Pengertian Feodalisme

Pengertian Feodalisme dan kapitalisme menjadi salah satu perbincangan bagi para Sejarahwan dan para pakar Ekonomi, apa sebabnya ?  Yuk langsung saja kita simak topik-topik berikut ini : pengertian kapitalisme, feodalisme di indonesia, contoh feodalisme, lawan kata feodal, beda feodalisme dan kapitalisme, feodalisme pdf, sejarah feodalisme, contoh kalimat feodal.

Pengertian Feodalisme

Pengertian Feodalisme

Pengertian Feodalisme adalah suatu struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra.

Dalam definisi aslinya struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).

Istilah atau kata feodalisme berasal dari bahasa Frankis atau Perancis kuno yang berbunyi fehu-ôd, feod, feud, dan yang berarti pinjaman. Yangd dimaksud adalah tanah yang dipinjamkan, dan itupun untuk suatu maksud politik.

Lawan kata feodalisme adalah all- ôd atau milik sendiri Dalam peristilahan hukum adat feodum menyerupai tanah gumantung, gaduh atau paratantra, sedangkan allod menyerupai tanah yasan, yosobondo atau svatantra.

Baca juga : Pengertian Rasisme Menurut Para Ahli

Sejarah Feodalisme

Istilah feodalisme mulai digunakan sejak abad ke-17 dan sesungguhnya oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Namun sejak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah “masyarakat feodal”.

Dikarenakan penggunaan istilah feodalisme semakin lama dinilai memiliki makna yang negatif oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.

Kata fedolisme ini kerap kali digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti ‘kolot’, ‘selalu ingin dihormati’, atau ‘bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan’.

Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa renaisanse yakni pada abad ke-14 atau sekitar abad ke-3, Negara Romawi pecah dan terbagi menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem feodalisme.

Terdapat beberapa faktor yang memunculkan perekonomian tersebut antara lain : hancurnya organisasi politik secara besar-besaran, pertempuran di Eropa yang menyebabkan jatuhnya Romawi, hukum dan tata tertib hilang digantikan dengan peraturan Negara-negara kecil.

Keharusan untuk mencukupi semua kebutuhan hidup menyebabkan timbulnya suatu organisasi yang baru, yaitu pertanian bangsawan atau manorial estate, selanjutnya disebut manor. Bagaimanakah bentuk manor ini? Manor meliputi sebidang tanah yang luas milik seorang bangsawan atau gereja.

Istilah manor diartikan sebagai suatu kesatuan sosial dan politik, dimana pemilik manor bukan hanya menjadi tuan tanah, tapi juga sebagai penguasa, pelindung, hakim dan kepala kepolisian.

Meski bangsawan ini termasuk dalam suatu hirarki yang besar, dimana dia menjadi hamba dari bangsawan yang lebih tinggi, tapi dalam batas-batas manornya dia merupakan tuan tanah.

Dia adalah pemillik dan penguasa yang tak diragukan lagi oleh orang-orang dan budak-budak yang hidup di manornya. Orang yang hidup diatas tanahnya dianggap oleh tuan tanah sebagai miliknya sebgaimana halnya rumah, tanah dan tanaman.

Disekililing rumah bangsawan terdapat lading rakyat yang telah dibagi-bagikan luasnya (satu) 1 atau (satu setengah) 1 ½ setengah hektar. ½ atau lebih dari hasil lading ini menjadi milik tuan tanah, sedangkan sisanya untuk orang yang menggarapnya yang terdiri dari orang merdeka dan budak belian. Disini terjadi ketimpangan antara budak belian dan tuan tanah.

Dalam abad-abad itu makin lama makin banyak pemilik tanah yang bebas (yang ber-allod) dengan sukarela menyerahkan miliknya agar menjadi feod, milik orang lain, dengan mempertahankan hak pakai dan hak-guna-usaha atas tanahnya dahulu, dan dengan menerima hak-hak pelindungan.

Penjumlahan undang-undang tidak sanggup menghalang-halangi timbulnya kemerosotan. Ada tuan-tuan tanah yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, dengan menindas rakyat, ada pula yang memberontak terhadap pemerintah pusat dan menyatakan diri pemlik mutlak atas tanah yang dipinjamkan kepadanya. Tetapi tidak kurang pula penduduk-penduduk tanah pinjaman yang mengambil-alih tanah yang dipakanya menjadi tanah milik seorang. Huru-hara itu merupakan batu loncatan bagi penghapusan ke-feodal-an.

Pada tahun 1660 pemerintah Inggris membatalkan segala hak feodal. Tahun 1717 Negara Brandenburg mulai menjalankan allodifikasi (peralihan hak) dari tanah-tanah pinjaman.

Pruisen menirunya tahun 1750. Montesquieu, seorang filsuf Prancis, dalam bukunya yang terkenal L’Esprit des Lois (th. 1748) untuk pertama kalinya menganjurkan istilah feodalisme untuk segala apa yang bersangkut paut dengan pemerintahan atas dasar pinjaman tanah.

Ditambahkan olehnya bahwa feodalisme Frankis-Jerman adalah suatu peristiwa dalam sejarah yang hanya satu kali terjadi dan agaknya tidak pernah akan muncul kembali. Dalam revolusi Perancis segala hak feodal dibatalkan dalam putusan 4 Agustus 1789 dan 17 Juli 1793, Nederland meniru pembatalan itu dalam 1800. Jerman, baru pada tahun 1850, sebagai akibat pemberontakan 1848, mencabut susunan feodal. Austria menjalankan pencabutan itu dalam 1862, ialah belum berselang satu abad dari saat ini.

Sistem feodalisme ini kemudian digeser oleh sistem kapitalisme yang dimulai di Italia, dimana hubungan antara kelas tuan tanah dan pekerja sangat jelas. Mobilitas sosial sangat tinggi, dan manusia tidak dinilai berdasarkan keturunan, namun dinilai dari kemampuan keterampilan dan kerjanya. Inilah yang menjadi dasar perbedaan antara feodalisme dan kapitalisme.

Feodalisme di Indonesia

Sistem Feodalisme juga berkembang di Indonesia. Feodalisme terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara ini sebelum datangnya Islam dan kolonialisme, Karena memang kerajaan Hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekat dalam kerajaan Hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya tersebut.Feodalisme yang terjadi pada zaman kerajaan Hindu adalah pembagian kasta,dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad lamanya. Feodalisme juga berkembang pada masa Islam yaitu dalam model adat wakaf.

Feodalisme di Indonesia juga berkembang pada masa kolonial Belanda, walaupun Belanda mengembangkan sistem kapitalisme perkebunan di Indonesia yaitu dengan model “Tanam Paksa”, namun dalam pelaksanaannya tidak lepas dari tatanan yang feodal, dengan menggunakan bantuan orang-orang lokal.

Saat ini di Indonesia selanjutnya muncul kebudayaan neo-feodalisme. Neo-feodalisme adalah feodalisme modern. Seperti yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta,dalam neo-feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah bentuk menjadi penguasa dan kaum elite. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan Negara kita.

Pengertian Liberalisme

Pengertian Liberalisme

Pengertian lberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.

Tujuan liberalisme secara umum adalah menciptakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.

Pemikiran liberal atau liberalisme adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV).

Disebut dengan istilah liberal secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.

Ideologi Barat itu juga dapat dinamai dengan istilah kapitalisme atau demokrasi. Jika istilah kapitalisme lebih digunakan untuk menamai sistem ekonominya, istilah demokrasi sering digunakan untuk menamai sistem politik atau pemerintahannya. (Ebenstein & Fogelman, 1994:183).

Namun monopoli istilah demokrasi untuk ideologi Barat ini sebenarnya kurang tepat, karena demokrasi juga diserukan oleh ideologi sosialisme-komunisme dengan nama “demokrasi rakyat”, yakni bentuk khusus demokrasi yang menjalankan fungsi diktatur proletar. (Budiardjo, 1992:89).

Ahmad Al-Qashash menjelaskan dalam kitabnya Usus Al-Nahdhah Al-Rasyidah (1995:31) akar ideologi Barat adalah ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), yang pada gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara. Sekularisme inilah yang menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dalam ideologi Barat. Berbagai bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik, ekonomi, ataupun agama, semuanya berakar pada ide dasar yang sama, yaitu sekularisme (fashl al-din ‘an al-hayah).

Baca juga : Pengertian Teks Eksposisi

Tokoh-Tokoh Pencetus Faham Liberalisme

Tokoh Pencetus Faham Liberalisme

John Locke

John Locke adalah seorang tokoh politik yang juga seorang pelopor gagasan liberal pada abad ke-18. Dia adalah pemikir pertama yang menggagas prinsip pembagian kekuasaan (Separation of Power) yang ditegaskan oleh Montesquieu. Locke beranggapan bahwa kekuasaan legislatif dan eksekutif harus dipisahkan jika ingin menghindari terjadinya kezaliman kekuasaan. John Locke menjadi terkenal karena dua karyanya tentang dua pemerintahan sipil, Two Treatises on Civil Goverment pada tahun 1690.

John Locke menggangap bahwa keadaan manusia secara alamiah cenderung berada dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada rasa takut, dan diwarnai dengan kesetaraan. Manusia ketika lahir memiliki kebebasan dan hak asasi. Menurut Locke pengakuan hak asasi manusia (HAM) dn kekuasaan hukum adalah dua macam perjanjian masyarakat (Ebyhara, A. 2010:151-155).

Voltarie

Voltarie adalah seorang tokoh liberalisme Prancis. Nama sebenarnya adalah Francois Marie Arouet. Ia lahir di Prancis pada tahun 1694. Atas pemmikirannya yang sangat revolusioner inilah yang menyebabkan ia harus di penjara. Setelah ia dibebaskan kemudian ia tinggal di Inggris. Di Inggris ia belajar bercakap dan menulis dalam bahasa Inggris, ia juga berkenalan dengan cendekiawan Inggris secara pribadi. Voltarie sangat terkean dengan ilmuan-ilmuan Inggris serta faham yang berpegang pada perlu adanya percobaan secara praktek dan bukan hanya berpegang pada teori. Selain itu sistem politik Inggris juga mempengaruhi pemikirannya.

Demokrasi Inggris dan kebebasan yang ada di Inggris inilah yang memberi kesan kepada Voltarie bahwa kehidupan politik Inggris lebih baik dari pada di Prancis. Setelah Voltarie kembali ke Prancis, ia menuliskan sebuah buku yang berisi tentang sistem politik Inggris serta pikiran-pikiran John Locke dan pemikiran-pemikiran Inggris lainnya. Akibat penulisan buku ini ia diusir dari Paris. Setelah itu ia menjadi seorang penulis yang tulisannya melebihi 30.000 halaman.

Voltarie adalah seorang yang sangat toleransi terhadap agama. Ia pernah mengabdikan dirinya ke dalam “jihad intelektual” melawan fanatisme agama. Kesemua surat-suratnya senantiasa ditutupnya dengan kalimat “Ecrasez l’infame” yang maknanya “Ganyang barang brengsek itu!” Yang dimaksud Voltaire “barang brengsek” adalah kejumudan dan fanatisme (Hart. M. Tanpa Tahun).Dalam karya tulis Voltarie sangat banyak, salah satu pendirian Voltarie adalah terjamin kebebasan berbicara dan kebebasan pers.

Jean-Jacques Rousseau

Karya-kary J.J Rousseau mengandung ambiguitas dan tidak konsisten menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan pembaca dan pemerhati gagasan-gagasannya. Kadang ia tampak sebagai seorang yang mendukung kebebasan individu, kadang dalam tulisan lain juga tampil sebagai pendukung absolutisme negara. akan tetapi Rousseau tampaknya lebih banyak dikenang dan memiliki pemikiran yang lebih berpengaruh dibandingkan Montes Quieu. mungkin karena ia sangat menjunjung tinggi kebebaan sipil dan terlalu kencang dalam memberikan uraian tentang kebebasan (Ebyhara, A. 2010:160-163).

Montesquieu

Seorang tokoh yang bekerja sebagai hakim mahkamah tinggi di bordeaux ini memiliki nama lengkap Baron de Montesquieu merupakan seorang tokoh yang mencetuskan banyak teori politik besar pada masanya, yakni pada pada masa pencerahan. Montesquieu adalah seorang tokoh yang mendasarkan pemikirannya pada ehidupan nyata. Salah satu karya besarnya tentang politik dan negara adalah The Spirit of Law.

Dalam karya ini, ia mendefinisikan hukum sebagai rasio manusia yang mengatur semua penduduk bumi: hukum politik dan sipil setiap bangsa seharusnya hanya merupakan khasus-khasus partikular sebagia buah dari proses akal manusia dan harus disesuaikan dengan orang-orang yang untuk merekalah hukum-hukum tersebut dikerangkakan.

Dengan akal, manusia tak sepenuhnya dikuasai oleh alam, ia adalah mahkluk yang bebas dan bisa membantu menantukan takdirnya dan mencapai tujuan yang sebenarnya. hukum dan bentuk pemerintahan ditentukan oleh banyaknya orang yang berkuasa dan prinsip nilai yang digunakan (Ebyhara, A. 2010:158-160).

Demikian penjelasan tentang istilah Feodalisme, Kapitalisme dan Liberalisme. Semoga informasi yang telah kami sampaikan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Sampai jumpa pada artikel selanjutnya di Sumberpengertian.id 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *